Oleh : Dr. Purwoko, MM (dosen Megister Manajemen FEB UAD Yogyakarta, Konsultan KSP Pangestu Juwana Pati)
Kalau hanya dijadikan pajangan pameran dan konten kampanye, koperasi sudah kebal, sudah tidak berasa apa-apa karena seringnya diberi harapan palsu. Bahkan saat ini koperasi seolah dimutilasi karena peraturan-peraturan pemerintah terkait koperasi yang semrawut dan tidak memperhatikan jatidiri koperasi. Koperasi sudah dipersonifikasi badan usaha lain, sehingga tata aturannya tidak pas dan membuat koperasi tercabik-cabik bahkan banyak yang akan terbunuh oleh peraturan perkoperasian itu sendiri. Kejam, dan mutilasi koperasi harus segera dihentikan. Lalu bagaimana caranya ?
Semenjak ada Undang-Undang Nomer 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), di Pasal 5 (1) Bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a adalah: a. Koperasi; atau b. Perseroan Terbatas. Yang dimaksud badan hukum tersebut adalah badan hukum LKM. Dari UU ini koperasi sudah mulai termutilasi, ada koperasi yang masuk sektor LKM yang pengawasan dan ijin usahanya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ada kelompok koperasi yang pengawasan dan ijinnya dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM). Sejak adanya UU LKM ini keberadaan koperasi sudah gerah, karena ketidakjelasan induk semangnya, sementara namanya sama yaitu koperasi.
Pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), koperasi kembali termutilasi dengan cara yang berbeda, ada koperasi yang masuk bagian close loop, dan ada yang masuk bagian open loop. Dengan dasar yang sangat samir dan tidak masuk akal, koperasi ada yang dipaksa masuk golongan open loop, lalu akan dengan sangat tersiksa harus mengikuti aturan OJK yang tentu tidak sesuai dengan khitah koperasi. Cara pandang OJK terhadap koperasi sudah melenceng dari jatidiri koperasi, tidak lagi memperhatikan keberadaan anggota sebagai pemilik koperasi. Koperasi sudah diriasi dengan dandanan yang sama dengan badan usaha yang lain, sehingga koperasi hanyalah nama tetapi kegiatan usahanya tidak mencerminkan koperasi seperti yang dicita-citakan Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta.
Keberadaan koperasi terus saja dirongrong dengan kebijakan atau peraturan-peraturan yang menyulitkan bahkan peraturan itu menghambat pertumbuhan koperasi. Seperti adanya Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2022 tentang Moratorium Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi, yang melarang koperasi simpan pinjam membuka cabang baru atau perijinan usaha koperasi simpan pinjam baru. Surat Edaran ini juga merupakan bentuk mutilasi terhadap koperasi. Apalagi alasan SE tersebut adalah adanya beberapa koperasi bermasalah tidak bisa mengembalikan simpanan anggota dan tidak sanggup membayar kewajiban-kewajiban kepada anggota. Padahal kegagalan koperasi tersebut disinyalir karena kurangnya pengawasan, dan yang wajib mengawasi koperasi adalah pemerintah. Yang harus mnenanggung akibatnya malah koperasi-koperasi yang operasional usahanya bagus tetapi dilarang membuka cabang baru.
Jatidiri Koperasi
Pemerintah harusnya segera introspeksi diri dalam pembinaan dan pengawasan koperasi, karena sudah mulai muncul tanda-tanda koperasi akan dikuasai oleh orang-orang berduwit alias kapitalis. Mulai dengan UU Nomer 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, yang akhirnya dibatalkan oleh Putusan Makamah Konstitusi (MK) pada tanggal 28 Mei 2014, maka UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU baru. Digugatnya UU nomer 17 tahun 2012 tersebut karena banyak pasal pada Undang-Undang tersebut yang menyimpang dari kithah koperasi, terutama pasal terkait modal dan pengurus yang memberi keleluasaan bagi pemilik modal untuk menguasai koperasi.
Selanjutnya, dengan potensi anggota koperasi di Indonesia yang melebihi angka 30 juta orang telah merangsang pihak-pihak yang ingin menguasai koperasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah koperasi aktif di Indonesia sebanyak 130.354 unit dengan volume usaha sebesar Rp197,88 triliun pada 2022. Potensi pasar yang sangat besar itulah yang membuat ada pihak yang ingin memutilasi koperasi, sehingga koperasi terbelah-belah menjadi beberapa bagian, mulai dari sistem usahanya, jenis usahanya maupun badan hukumnya. Hal itulah yang menyebabkan koperasi saat ini sudah dianggap sebagai badan usaha yang potenisal untuk mendapatkan keuntungan. Dan akibatnya banyak pihak yang terus menginginkan bisa mengatur dan menguasasi koperasi.
Indikasi adanya pihak-pihak yang ingin menguasai koperasi salah satunya adanya Permenkop No. 8 tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, yang didalamnya mengantur tentang modal yang harus disiapkan untuk mendirikan koperasi dan syarat modal usahanya sangat berat sdan hanya orang yang memiliki dana saja yang bisa mendirikan koperasi. Modal Usaha Awal sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf a untuk KSP/KSPPS Primer untuk modal usaha yaitu sebagai berikut : Paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota, paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk wilayah keanggotaan satu daerah provinsi, dan Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk wilayah keanggotaan nasional. Untuk mkoperasi skunder modal usahanya lebih banyak lagi, serta pembukaan kantor cabang harus bermodal Rp. 2,5 milyar. Padahalnya untuk aturan sebelumnya, mendirikan koperasi cukup biasa 5 juta untuk koperari primer dan 15 juta untuk koperasi skunder.
Permenkop 8 tahun 2023 ini juga menjadi pedang yang sangat tajam untuk memutilasi koperasi, anggota masyarakat di desa-desa untuk mengumpulkan modal 500 juta adalah sesuatu yang mustahil. Akibatnya akan banyak cukong-cukong yang akan membiayai pendirian koperasi. Jika demikian yang terjadi, koperasi bukan lagi menjadi badan usaha pilihan masyarakat, tetapi koperasi akan menjelma menjadi pedang pemilik modal yang akan memutilasi koperasi. Badan usaha berbaju koperasi tetapi jeroannya adalah kapitalis, buktinya pendirian koperasi mensyaratkan modal usaha yang sangat besar.
Agar koperasi kembali kepada jatidirnya, pemerintah harus secara tegas menghentikan upaya-upaya yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan koperasi. Kembalikan tata aturan perkoperasian sesuai dengan yang diingini Bung Hatta yaitu “dari, oleh dan untuk” anggota serta dalam menjalankan usahanya koperasi harus mandiri tidak terintervensi oleh pihak-pihak di luar koperasi. Keputusan anggota menjadi pedoman bagi koperasi untuk menjalankan usahanya, dan menempatkan Rapat Anggota sebagai kekuasaan tertinggi di koperasi. Bukannya dibelenggu oleh peraturan yang tidak berkiblat jatidiri koperasi, tetapi koperasi diatur oleh kebijakan-kebijakan atau peraturan yang menggunakan asumsi badan usaha yang lain. Hentikan atau stop mutilasi koperasi dengan dalih apapun, kembalikan kopoerasi pada jatidirnya, dan pemerintah harus berpihak pada koperasi bukan menuruti nafsu pemilik modal yang ingin menguasai koperasi. (dir)